Ahmad Syaikhu

Sikap PKS Jelas Sejak Awal: Menolak RUU HIP!

Sudah sekitar 8 bulan saya menjadi anggota DPR RI. Dilantik pada 1 Oktober 2019 lalu. Bersumpah untuk setia kepada Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara.

Ada tiga amanah yang saya emban di Senayan. Pertama, sebagai Anggota Badan Pengkajian (BP) MPR. Kedua, sebagai Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Ketiga, sebagai anggota Komisi V.

Saya ingin berkisah posisi saya di BP MPR. Sejak Oktober tahun lalu, berbagai kajian kerap saya dan rekan-rekan anggota BP MPR lakukan, terkait 4 Pilar MPR: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Saya juga sudah menjalankan tugas konstitusi, yakni menyerap aspirasi masyarakat dan sosialiasia 4 Pilar MPR tersebut.

Sudah lebih dari 10 titik kunjungan saya lakukan. Tersebar di Dapil VII Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta. Peserta kegiatan aspirasi dan sosialisasi tersebut beragam. Dari berbagai kalangan masyarakat. Tokoh hingga warga biasa. Camat, lurah hingga pengemudi Ojek Online.

Setiap acara ada sesi tanya jawab. Saya tuliskan semua pertanyaan dan aspirasi mereka. Sejauh ini, tak ada satu pun aspirasi soal perlunya membuat RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Saya buka catatan kembali untuk memastikan, dan betul-betul tidak ada sama sekali.

Tak ada masyarakat yang meminta memeras Pancasila jadi Trisila, lalu Ekasila. Tak ada satu pun yang menyuarakan agar Komunisme, Marxisme dan Leninisme tidak dijadikan pertimbangan dalam membuat RUU HIP. Tak ada pula yang mengusulkan frasa: Ketuhanan Yang Berkebudayaan.

Parlemen adalah representasi rakyat. Tugasnya membuat undang-undang. Bertolak dari sini, artinya DPR harus membuat produk undang-undang yang menjadi kebutuhan rakyat. Kebutuhan dimaksud bisa kita ketahui dari aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

Jika sampai detik ini, berdasarkan pengalaman saya menyerap aspirasi masyarakat, tak ada satu pun usulan soal perlunya RUU HIP, lalu darimana ide tersebut muncul? Di sisi lain, itu juga menunjukkan bahwa RUU HIP membuat jurang yang lebar antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Betapa tidak, rakyat sama sekali tak mengajukan aspirasi soal RUU HIP, tapi mengapa wakil rakyatnya ngotot?

Sejak awal, posisi Fraksi PKS sudah tegas. Menolak RUU HIP. Banyak hal yang menjadi alasan. Salah satunya tidak dimasukkannya TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan Komunisme, Marxisme dan Leninisme sebagai konsideran.

Pemerintah memang sudah menyampaikan akan menunda RUU HIP ini . Tapi seharusnya tidak cukup hanya ditunda, bahkan wajib ditolak. Pemerintah dan DPR sebaiknya fokus pada upaya membantu rakyat dalam menghadapi pandemi Corona. Bukan membuat RUU yang tak dibutuhkan rakyat.