Membangun Sinergitas Buruh, Pengusaha dan Pemerintah : Mencari Titik Keseimbangan
Umum
Mas Imam Trikarsohadi, adalah salah seorang wartawan senior yang sudah malang melintang di dunia media massa. Tulisan-tulisannya seringkali menyentuh berbagai permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Termasuk apa yang beliau tuliskan dalam buku “Politik Gerakan Buruh (Membangun Relasi Pengusaha dan Buruh Secara Islami)”.
Buku setebal 680 halaman ditambah xxvi halaman-halaman awal merupakan buku yang cukup tebal untuk dibaca. Namun, bila kita cermati kajian-kajian yang dilakukan oleh penulis, merupakan solusi atas permasalahan-permasalahan riil yang terjadi di negeri ini khususnya menyangkut hubungan pengusaha dengan buruh yang seringkali menimbulkan gejolak/kekerasan, dari sudut pandang keyakinannya sebagai seorang muslim.
Penulis sangat pandai dalam merelasikan antara buruh dan penguasa serta dalam mensikapi terjadinya gejolak. Menurutnya, gejolak menjadi hal yang sangat mungkin terjadi dalam konteks hubungan buruh dan pengusaha di Indonesia pada era modal global ini. Gejolak bukanlah antithesis dari modernitas, melainkan sejalan dengan modernitas itu. Identifikasi yang sebenarnya merupakan sebuah proses dehumanisasi dari arti dan nilai manusia justru terjadi dalam hubungan pengusaha dan buruh. Bahkan, dalam konteks Indonesia, gejolak justru menjadi sangat mungkin (karena sebagian didorong oleh sikap manusia Indonesia yang katanya sok modern dan penganut “buta” demokrasi liberal). (lihat halaman 216).
Di samping pandai dalam memetakan permasalahan, penulis juga pandai dalam menganalisis dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Ini disebabkan karena memang sehari-hari penulis juga berkecimpung di dunia usaha, di kawasan industri, tempat terjadinya relasi antara buruh dan pengusaha.
Dalam menghadapi gejolak itu, penulis mengungkapkan (lihat hal 216-217) bahwa yang bisa dilakukan untuk memecahkan kebuntuan ini adalah sebuah proses perubahan identifikasi/cara pandang. Identifikasi subyek terhadap obyek memang akan selalu subyektif. Perubahan identifikasi ini harus dilakukan oleh buruh dalam mengindentifikasi pengusaha, dan terutama untuk para pengusaha dalam mengidentifikasi para buruhnya.
Apabila pengertian utama relasi bahwa pengusaha dan buruh adalah dua pihak yang saling membutuhkan dan tergantung satu dengan yang lain selalu diingat dalam proses identifikasi tersebut, maka sebuah kerja sama yang baik akan tercipta. Dalam mengidentifikasi buruh, pengusaha hendaknya memandang buruh sebagai ‘mitra yang sejajar’, dalam arti buruh bukan dalam arti orang upahan yang bisa diangkat dan diberhentikan sesuka hati, melainkan buruh adalah ‘mitra yang sejajar’ bagi pengusaha dalam hal kemajuan produksi. Apabila pengusaha menganggap buruh sebagai mitranya, maka dia tentunya akan lebih menghormati dan menghargai hak-hak sang buruh. Apabila buruh merasa dirinya sebagai mitra dan dia ikut bertanggung jawab maju dan mundurnya perusahaan, maka dia akan selalu berusaha sebaik mungkin dalam memajukan perusahaan tempat dia bekerja. Sebuah sense of belonging akan tertanam dalam fikiran sang buruh, dan ini akan meningkatkan semangat dan mootivasi bekerja sang buruh. Apabila sudah demikian, jika perusahaan bertambah maju, maka pengusaha juga akan mendapatkan keuntungan, dan buruh juga merasakan keuntungan tersebut. Hubungan kedua belah pihak akan saling menguntungkan.
Vicious Circle
Permasalahan yang sering terjadi antara buruh, pengusah dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
1. Tuntutan buruh adalah bagaimana mencapai kesejahteraan yang tinggi.
2. Pengusaha terlalu mengikuti prinsip ekonomi konvensional “dengan biaya yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya”
3. Sementara pada sektor publik terjadi perilaku koruptif sehingga terjadi underground ekonomi yang memberatkan para pengusaha.
Ini berlangsung terus menerus ibarat Vicious Circle (lingkaran setan).
Untuk memutus lingkaran setan ini maka harus dilakukan terobosan. Siapa yang akan melakukannya? Yang paling memungkinkan adalah dari pemerintah daerah karena ia memiliki otoritas untuk melakukan pengaturan dan pengawasan.
Mencari Solusi
Seluruh stakeholder harus melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada titik keseimbangan. Dalam hal ini penulis mengusulkan beberapa hal, yaitu :
A. Sektor Pemerintah Daerah
Pertama, pemerintah daerah harus melakukan reformasi birokrasi, khususnya di bidang perizinan, dengan melakukan kejelasan waktu penyelesaian perizinan dan biaya yang harus dikeluarkan serta prosedur yang baku yang harus dipampang di instansi-instansi yang terkait dengan izin dan pelayanan publik.
Kedua, pemerintah daerah harus menekan underground ekonomi yang sangat memberatkan dunia usaha.
Ketiga, mendorong ekonomi keluarga buruh. Misalnya dengan memberikan pelatihan kepada keluarga buruh, memberikan pembinaan dan penguatan permodalan terhadap koperasi buruh.
Keempat, memfasilitasi kegiatan buruh misalnya dengan penyediaan sekretariat atau rumah aspirasi buruh dan perumahan untuk buruh.
B. Sektor Usaha
Pertama, menunaikan amanah aturan perundang-undangan terkait dengan kewajiban perusahaan khususnya terhadap buruh.
Kedua, Berupaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan buruh yang manusiawi.
Ketiga, Memberikan perhatian terhadap lingkungan perusahaan, dalam bentuk Corporate Social Responsibility.
Keempat, Menunaikan kewajiban terhadap lingkungan.
C. Buruh
Pertama, Bekerja keras menunaikan kewajiban yang diamanahkan oleh perusahaan.
Kedua, Memberdayakan keluarga untuk membantu sektor ekonomi keluarga.
Ketiga, memberdayakan rumah aspirasi buruh dengan kajian-kajian yang konstruksif sebagai think-tank gerakan buruh.
Keempat, mengoptimalkan organisasi buruh sebagai mitra kerja strategis bagi pemerintah daerah maupun bagi dunia usaha.
D. Lain-lain
Untuk memulai agar tidak saling menunggu dan tidak rikuh dalam berbuat, maka pemerintah daerah perlu melakukan terobosan dan inisiatif untuk membangun komunikasi sepahit apapun komunikasi harus dijalin dalam suasana kesejukan dan saling menghargai.
Komunikasi sebaiknya dilakukan dalam suasana informasl seperti coffee morning atau perundingan di atas meja makan. karena terbukti, banyak hal yang bisa diselesaikan di atas meja makan, tidak harus dengan demo di jalanan.
Penutup
Semoga relasi antara buruh, pengusaha dan pemerintah daerah di Kota Bekasi akan menjadi lebih baik sehingga berdampak positif dalam iklim investasi dan menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi dunia usaha, semakin mensejahterakan buruh dan pada akhirnya pemerintah daerah akan diuntungkan dengan mendapatkan kenaikan pajak yang diperoleh dari dunia usaha maupun dari para buruh.
Semoga bisa diwujudkan.
Bekasi, 14 November 2012
Wassalam,
Syaikhu
*) Disampaikan pada acara Bedah Buku “Politik Gerakan Buruh (Membangun Relasi Pengusaha dan Buruh Secara Islami” di RM. Wulansari, 14