Canda

Sedang ramai nama Bintang Emon. Bahkan jadi trending topic di twitter. Di kanal media sosial lain juga demikian. Media online pun menjadikanya berita.

Saya mencari tahu. Lalu melihat cuplikan videonya. Ternyata Bintang Emon sedang mengkritisi sebuah kasus dengan cara asyik. Santai dan sarat satire. Mengundang senyum, bahkan tawa. Dan tentu saja penuh hikmah.

Hidup ini memang tak selalu harus serius dan tegang. Sekali-kali perlu diselingi dengan canda. Dihadapi dengan rileks agar beban hidup terasa ringan. Bahkan bisa jadi dengan canda, pesan-pesan sarat hikmah dapat dengan mudah dicerna.

Suri Tauladan kita, Nabi Muhammad SAW contohnya. Bercanda bukanlah hal tabu. Beberapa kali beliau mengajak istri dan sahabatnya bercanda.

Pada suatu hari Idul Adha, Nabi Muhammad SAW bertanya Bilal bin Rabah, muazin andalan beliau.

“Bilal, Kamu berkurban apa?”

“Saya berkurban seekor ayam jago,” jawabnya.

“Oh, rupanya muazin berkurban muazin, ya,” ujar Nabi sambil bercanda.

Pernah pula suatu hari Rasulullah SAW didatangi seorang perempuan tua renta.

“Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah supaya memasukkanku ke dalam surga,” harap Sang Nenek.

“Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki oleh orang yang sudah tua renta,” jawab Rasulullah SAW.

Perempuan itu pun berpaling sambil menangis. Lalu, Rasulullah SAW bersabda, Beri tahu dia kalau dia tidak akan masuk surga dalam keadaan sudah tua renta. Sebab, Allah SWT berfirman, Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta, lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqiah [56]: 35-37). (HR Tirmidzi).

Begitulah cara Nabi Muhammad SAW bercanda. Islam sendiri memberikan pedoman bagaimana cara kita bercanda.

Pertama, tidak menjadikan agama sebagai bahan canda. Allah SWT berfirman:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab, Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS At-Taubah [9]: 65-66)

Kedua, jangan jadikan canda sebagai habit atau kebiasaan. Karakter seorang muslim adalah serius dalam setiap urusan dan bersungguh-sungguh. Canda sekadar cara untuk rileks, rehat sejenak dari kepenatan.

Ketiga, jangan berlebihan. Sebab, canda yang berlebihan akan menjatuhkan kehormatan kita dalam pandangan manusia.
Kehormatan harga diri dalam Islam sama dengan kehormatan darah dan harta. Kesadaran orang untuk tidak mencuri harta atau mencelakai orang lain, belumlah cukup tanpa adanya kesadaran untuk menjaga kehormatan orang.

Kata Nabi SAW:

“Setiap Muslim dengan Muslim lain diharamkan darah, harta, dan harga dirinya.” (HR Muslim).

Keempat, bukan cacian, bullyan, hinaan dan cemoohan.

Allah SWT menegaskan:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (QS Al-Hujurat [49] :11).

Kelima, tidak ada dusta dalam candaan.

Nabi Muhammad SAW berkata:

“Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa, celakalah!” (HR Abu Dawud).

Inilah indahnya Islam. Segala hal diatur. Dari urusan negara hingga tentang canda. Segingga hidup lebih menyenangkan dan membahagiakan. Semoga kita termasuk orang-orang yang dapat menerima kritikan, meski dibungkus dengan canda.

Aamiin.

Leave a Comment