Nabi Muhammad SAW: Teladan Demokrasi Sepanjang Masa

Tak ada yang bisa membantah, jika kita menyatakan Nabi Muhammad SAW adalah teladan di semua bidang kehidupan. Pengakuan terhadap sifat dan perilaku yang tercermin pada akhlaknya, bahkan tak cuma datang dari kalangan Islam.

Michael Hart, seorang Ahli Sejarah sekaligus penulis buku tersohor dari Amerika Serikat, menempatkan Rasulullah SAW di posisi pertama sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia. Sementara John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford menyebut, Nabi Muhammad SAW adalah seorang Nabi dan Rasul Allah yang telah membangkitkan salah satu peradaban besar di dunia.

Nabi Muhammad SAW tak hanya teladan di bidang agama. Beliau juga panutan sebagai seorang kakek, ayah, dan suami. Beliau pun teladan sebagai seorang pemimpin politik dan militer. Karakternya sempurna.

Demokrasi adalah salah satu teladan beliau. Sepanjang masa. Sejak sebelum menjadi nabi, beliau mengajarkan nilai-nilai kesetaraan, kejujuran, kebebasan dan keberagaman. Kini kita mengenalnya dengan demokrasi.

Ketika Islam belum menyebar luas, masyarakat Jazirah Arab memiliki strata sosial yang ketat. Ada perbudakan. Budak dilucuti hak-haknya sebagai manusia. Anak perempuan dikubur hidup-hidup karena dianggap sebagai aib ayahnya. Tidak ada keadilan hukum. Orang kaya dan kuasa semena-mena kepada kaum miskin dan lemah.

Semua kondisi anti demokrasi itu berubah ketika Nabi Muhammad SAW hadir. Beliau menyatakan setiap manusia berkedudukan sama di hadapan Allah. Hanya iman dan ketakwaan yang membedakannya. Rasulullah SAW merobohkan kasta-kasta sosial yang membelenggu masyarakat Arab.

Teladan demokrasi Rasulullah SAW yang paling fenomenal adalah Piagam Madinah. Isinya sangat terbuka, berkeadilan dan menghargai keberagaman dan menjunjung kesetaraan. Betapa tidak, semua kelompok masyarakat memiliki aturan yang disepakati bersama. Demi menciptakan kerukunan hidup antarumat beragama dan masyarakat.

Bahkan, piagam ini juga mengatur relasi dengan Kaum Yahudi, meski kerap kali mereka berkhianat. Pada bagian ini, disebutkan bahwa golongan Yahudi tertentu bersekutu dan bekerja sama dengan umat Islam dalam membela negara, berperang melawan musuh, dan menjaga keamanan dengan syarat mereka juga ikut andil dalam pembiayaan perang. Dijelaskan juga bahwa golongan Yahudi itu adalah bagian masyarakat Islam, tetapi mereka bebas menjalankan agama mereka.

Seperti umat Islam, apabila di antara golongan Yahudi ada yang berbuat salah, maka secara individual akan dihukum dan warga Yahudi yang lain tidak boleh membelanya. Artinya, siapapun mereka, tak peduli latar belakangnya, jika warga bersalah dan melanggar aturan tidak berhak dibela oleh agama yang menjadi keyakinan orang yang bersalah tersebut.

Semua pemimpin kelompok sepakat dengan piagam ini dan menandatanganinya. Tak terkecuali kelompok Yahudi seperti Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Bahkan, Nabi SAW kemudian mengangkat seorang sekretaris dari kalangan Yahudi. Tujuannya untuk memudahkannya dalam pengiriman dan pembacaan surat yang berbahasa Ibrani dan Asiria.

Tapi mereka tetap berkhianat. Hingga akhirnya Rasulullah SAW mengganti sekretaris dari Yahudi dengan Zaid bin Tsabit. Ketika golongan Yahudi yang berasal dari Bani Nadhir terusir dari Madinah, tidak ada lagi sekretaris Nabi SAW yang berasal dari golongan Yahudi.

Begitulah sosok Rasulullah SAW. Demokrasi tak hanya ada di lisan, tapi juga perbuatan. Hal yang sulit kita jumpai hari-hari ini, di tengah masyarakat dunia yang kerap mengklaim sebagai peradaban demokratis. Dunia saat ini semakin langka dengan nilai-nilai kesetaraan, keadilan dan penghargaan terhadap keberagaman. Nilai-nilai yang menjadi ruh dari demokrasi.

Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW contohnya. Pemimpin negara-negara Islam mengecamnya. Umat Islam di berbagai belahan dunia pun marah. Hal yang wajar karena pernyataan Macron telah melukai kaum muslim.

Apa yang dilontarkan Macron menunjukkan nihilnya penghormatan terhadap keberagaman. Juga pengakuan pada kesetaraan dan keadilan. Islam yang minoritas di Prancis jadi sasaran kecaman. Di belahan dunia lain juga demikian. Penghinaan terhadap agama dan simbol-simbol agama semakin sering terjadi. Mengatasnamakan kebebasan.

Maulid Nabi Muhammad SAW kali ini hadir pada saat yang tepat. Yakni ketika demokrasi semakin kehilangan ruhnya. Sudah sepatutnya, peringatan Maulid tahun ini membuat kita merenung lebih dalam. Agar teladan demokrasi yang dicontohkan Rasulullah SAW bisa kita ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Allahumma Sholli ‘Ala Sayyidina Muhammad

Ahmad Syaikhu
Presiden PKS

Leave a Comment